Bahasa Isyarat adalah Hak bagi Tuli

Teman-teman di sekolah tidak mempermasalahkan kehadiranku. Namun, mereka jarang sekali bicara padaku. Kalau boleh jujur, aku merasa sangat kesepian berada di antara mereka. Kalaupun ada yang mengajakku bicara, selalu saja terkendala oleh bahasaku yang tidak jelas bagi mereka. Begitu juga teman-temanku terlalu cepat berbicara denganku. Sudah pernah kukatakan bahwa aku ini gadis tuli, jadi tolong bicara pelan-pelan denganku.

Jika saja bahasa isyarat menjadi sebuah bahasa yang dipahami oleh mereka, bisa menjadi bahasa yang sejajar dengan Bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional untuk berkomunikasi, pasti akan berbeda jadinya. Tapi sungguh aku bersyukur mereka memberiku tempat untuk berada di antara mereka. Melewatkan bangku sekolah menengah kejuruan yang notabene adalah sekolah umum memberiku banyak warna. Curahan hati tersebut berasal dari seorang gadis tunarungu, Lakmayshita Khanza Larasati Carita (18), salah seorang anggota Deaf Art Community Yogyakarta kepada penulis (Rabu, 9/10/2013).

Tidak ada seorang pun yang dapat mengetahui apalagi mempersiapkan diri akan terlahir menjadi siapa di dunia ini. Tidak ada yang memilih terlahir sebagai tunarungu, atau yang menjadi tunarungu oleh sebab suatu kecelakaan atau musibah. Namun, ketika Tuhan sudah berkehendak, maka tidak ada yang bisa menolaknya. Menjadi tuna rungu bukanlah hal yang mudah untuk dijalani. Masa kecil yang mereka lalui lebih sulit dibandingkan dengan anak-anak tanpa gangguan pendengaran.

Perhatian dan dukungan dari orang tua, keluarga, dan orang-orang terdekat akan mampu membuat anak-anak dengan gangguan pendengaran hidup aktif, penuh kegembiraan seperti halnya anak-anak pada umumnya. Dukungan dan kesempatan yang diperoleh dari lingkungan, akan mengembangkan kemampuan seorang anak difabel rungu untuk berkomunikasi, hidup bermasyarakat, belajar, dan mandiri.

Aksesibilitas dan Hak Bagi Tuli

Memiliki putra atau putri tunarungu yang pertama terlintas di dalam benak adalah bagaimana mencari kesembuhan agar anaknya bisa mendengar. Berbagai cara diupayakan untuk mencari pengobatan alternatif, melakukan akupuntur, pergi ke orang pintar, akan menjadi langkah awal pencarian solusi penyembuhan. Namun, pada kenyataannya belum pernah ada tuna rungu yang bisa disembuhkan melalui berbagi penyembuhan alternatif, karena tunarungu bukanlah penyakit.

Tindakan nyata yang sebaiknya dilakukan di dalam menangani anak tuna rungu adalah mengajarkan kemampuan berkomunikasi verbal seperti memberikan terapi wicara maupun terapi dengar. Hal yang lebih mendasar adalah memberikan hak yang sebenar-benarnya, yaitu hak bagi tuli untuk Berbahasa Isyarat (Sign Language). Bahasa isyarat adalah adalah salah satu hak bagi mereka, hak asasi yang harus dijunjung tinggi oleh kita semua yang menyatakan diri sebagai seseorang yang memiliki pendengatan (hearing person).

Saat ini yang menjadi dambaan bagi difabel rungu di Indonesia adalah adanya aksesibilitas bahasa bagi mereka. Mereka masih kesulitan dalam mengikuti pendidikan di sekolah-sekolah inklusi. Keterdukungan pada pencatat (notes taker), penerjemah bahasa isyarat (interpreter) atau pemberian keterangan tulisan (captioning) sangat dibutuhkan bagi difabel rungu. Beberapa faktor pendukung tersebut merupakan aksesibilitas bagi tuli yang seyogyanya terpenuhi sehingga akan mendukung kemandian bagi mereka.

Tuli Memiliki Harapan, Mimpi, dan Cita-cita

Memberinya perhatian, dukungan dan kesempatan adalah sebuah modal besar bagi difabel rungu untuk menjalani hidup bahagia sebagaimana yang lainnya. Pemenuhan hak, memberikan kesempatan berinteraksi dengan lingkungannya, bersosialisi dengan keluarga, teman sebaya, dan di mana saja adalah hal-hal sederhana yang seharusnya mudah untuk diwujudkan.

Mendengarkan setiap curahan hatinya dengan sungguh-sungguh, memberikan solusi pada setiap permasalahannya, memberikan apresiasi terhadap sekecil apapun prestasi yang sudah dilakukannya adalah hal berharga untuk membangun percaya diri bagi mereka.

Hal-hal kecil yang dipelajari bersama akan membuat mereka percaya diri. Bentuk dukungan sekecil apapun untuk membuatnya merasa sukses melewati suatu hari akan membuatnya bahagia dan memotivasi untuk melakukan lebih banyak lagi. Dari situlah akan tumbuh rasa percaya diri yang kuat. Percaya diri akan menolong difabel rungu untuk menjadi dirinya sendiri, mandiri dan meraih cita-citanya serta mampu melakukan apapun layaknya orang mendengar.

This entry was posted in Artikel. Bookmark the permalink.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *