Surakarta-Sejak akhir Maret 2014 Batik Batik Solo Trans (BST) menambah belasan armada yang aksesibel bagi difabel. Jalur baru yang kemudian dinamakan dengan koridor dibuka, di antaranya yang telah pasti dan sudah berjalan adalah koridor dua yakni jurusan Palur-Kartasura lewat stasiun Balapan. Sedang koridor 3 sampai 7 diberlakukan secara bertahap. Jalur 8 yang sedianya dioperasikan dibatalkan. Ada 16 armada baru di koridor 2 yang aksesibel bagi difabel, dengan desain interior yang dilengkapi 19 tempat duduk, ditambah dua kursi khusus untuk difabel. Sedangkan untuk koridor 1 dengan jurusan Palur-Bandara Adi Soemarmo yang telah beroperasi sejak tahun 2010, dari 25 armada yang beroperasi (dengan cadangan), 5 di antaranya adalah armada yang aksesibel bagi difabel (016, 017,018,019,020). Perincian desain interiornya ada handrail serta tempat luang bagi pengguna kursi roda dan 19 tempat duduk serta pintu elektrik yang lebarnya lebih dari 1 meter. Yosca Herman Soedrajat, Kepala Dinas Perhubungan Solo yang ditemui oleh Solider menyatakan bahwa, “Ini bentuk pelayanan publik dengan menyediakan bus yang ber-AC dan aksesibel bagi difabel.”
Tidak semua halte aksesibel bagi pengguna kursi roda
Di beberapa titik bisa dijumpai halte dengan ramp khusus bagi pengguna kursi roda serta jalur pemandu bagi difabel netra berupa guiding block dan handrail. Semuanya ada 12 titik (dua di stasiun balapan, satu di Jebres lainnya di sepanjang Jalan Slamet Riyadi). Sugiya, seorang difabel pengguna kursi roda mengeluhkan aksesibilitas ramp karena masih landai dan difabel perlu pendamping ketika menaikinya. Tentang kelandaian tersebut, R. Singgih Widagdo staf bidang angkutan di kantor Dinas Perhubungan Solo berujar,”Tentang kelandaian ramp, ada protes dari pemilik toko di sekitar halte. Dan soal berapa sudut yang dibutuhkan, kami sudah perhitungkan. Ada kendala lain, saat bus hendak merapat ke halte, yakni parkir mobil yang seenaknya. Kita punya payung hukum Perda nomor 1 tahun 2013 tentang penyelenggaraan perhubungan. Salah satunya tentang jika melanggar aturan parkir maka sangsi yang akan dikenakan mobil akan digembok atau diderek. ”
Sosialisasi dan Implementasi juga kepada Pengemudi
Sesuatu yang paling riskan saat menumpang BST bagi difabel netra adalah ketika bus merapat ke halte. Hal ini dikarenakan terkadang sopir tidak bisa dengan pas merapatkan armadanya. Ada jarak yang curam antara armada dan halte sehingga sangat berbahaya dan berpotensi mengakibatkan kecelakaan yang lebih fatal. Beberapa kali Solider menemui penumpang difabel netra saat hendak menumpang mesti memberi informasi kepada kondektur BST, “Mbak, saya tunanetra.” Baru kemudian sang kondektur akan memberi pertolongan saat difabel netra tersebut hendak masuk ke dalam bus.