Jelang pemilihan umum 2014, pemerhati difabel mulai bersuara tentang keterlibatan dan akses penyandang cacat dalam pemilu. Pasalnya pada pemilu 2009 yang lalu, banyak pemilih difabel kesulitan dalam memberikan hak suaranya pada hari pencoblosan.
Heppy Sebayang, Koordinator Pusat Pemilihan Umum Akses Penyandang Cacat (PPUA Penca) menyatakan bahwa potensi pemilih difabel mesti diperhatikan oleh penyelenggara pemilu 2014 mendatang. Data daftar pemilih sementara (DPS) menunjukkan bahwa jumlah pemilih difabel untuk pemilu 2014 naik menjadi 2,6 juta orang lebih besar dari pemilu tahun 2009 yang hanya 1,6 juta orang.
KPU diminta untuk teliti dalam proses pendataan DPS, terutama dalam pendataan pemilih difabel. Dalam formulir pendataan harus diberi keterangan disabilitas, sehingga dalam proses input data KPU memiliki catatan tentang jenis disabilitas yang dimiliki oleh pemilih difabel. Hal ini mesti dilakukan agar pemilih difabel tidak kehilangan suaranya seperti pemilu 2009 yang lalu. Walaupun pemilih difabel sudah menggunakan kursi roda,tetapi mereka tetap sulit mengakses bilik suara karena lokasi TPS yang jauh dan jalurnya sulit untuk dilalui.
Ketersediaan alat bantu bagi pemilih difabel sangat penting guna memperlancar proses pemberian suara. Misalnya, pemilih tunanetra yang mesti dituntun ke bilik suara oleh petugas PPS khusus. Selain itu untuk menghindari kecurangan, kertas suara mesti memiliki huruf braille sehingga pemilih difabel bisa tepat mencoblos calon yang diinginkannya. Hal ini dilakukan untuk mencegah hal yang tidak diinginkan misalnya pendamping bisa saja berlaku curang dengan cara memanipulasi pilihan dari pemilih difabel.
KPU juga mesti melatih petugas PPS khusus untuk membantu pemilih difabel. Pemilih dengan kondisi difabel rungu mesti diberi petunjuk oleh petugas bilik suara dengan bahasa isyarat. Hal tersebut harus dilakukan agar proses pemberian suara bisa berjalan dengan lancar. Begitu pula dengan penyandang cacat lain yang harus diberi perlakuan khusus sesuai disabilitasnya.
Heppy menambahkan bahwa kehadiran alat bantu punya dampak yang cukup signifikan. “Jumlah pemilih difabel yang tinggi jangan sampai dimanfaatkan oleh oknum tertentu untuk mendongkrak jumlah suara seorang calon atau pasangan calon,” ujarnya.
Data Kementerian Sosial mencatat bahwa jumlah penduduk Indonesia penyandang cacat baik yang punya hak pilih ataupun tidak berjumlah 3,3 persen dari jumlah seluruh penduduk Indonesia. Angka tersebut setara dengan jumlah kurang lebih 6 juta orang. Sebagai negara dengan asas demokrasi, pemerintah mesti mengakomodasi semua golongan untuk bisa memberikan hak suaranya. Tak terkecuali pemilih difabel yang dinilai belum terakomodir secara baik dalam proses pemilihan umum.
Dari daftar penduduk potensial pemilih atau DP4, terdapat 3,6 juta penyandang cacat yang akan menggunakan hak suaranya pada pemilu 2014 nanti. Pemilu mendatang adalah ujian bagi negara ini, apakah demokrasi yang dianut benar-benar berlaku bagi semua golongan atau hanya isapan jempol belaka.