Bayi Lahir Prematur dan Dampaknya terhadap Kedisabilitasan

Badan Kesehatan Dunia (WHO) bekerja sama dengan March of Dimes, lembaga sosial dari Amerika Serikat, yang memiliki misi mencegah bayi lahir prematur, melaporkan bahwa setiap tahun, diperkirakan 13 juta bayi lahir secara prematur di seluruh dunia dan satu juta bayi meninggal dunia. Kelahiran bayi prematur ini paling banyak terjadi di negara miskin dan berkembang, terutama di Afrika dan Asia. Jumlah tertinggi ada di Afrika dan diikuti dengan Amerika Utara.

Bayi prematur cenderung bermasalah. Akibat dari kurangnya masa gestasi bayi, dapat menyebabkan ketidakmatangan pada semua sistem organ. Seperti misalnya pada sistem pernapasan (organ paru-paru), sistem peredaran darah (jantung), sistem pencernaan dan sistem saraf pusat (otak).Ketidakmatangan pada sistem-sistem organ itulah yang membuat bayi prematur cenderung mengalami kelainan-kelainan dibanding bayi normal. Menurut World Health organization (WHO) setiap tahun di seluruh dunia terdapat sekitar 130 juta kelahiran. Satu dari 10 kelahiran tersebut adalah prematur. Sebagian besar dari kelahiran prematur terjadi di negara-negara miskin dimana angka harapan hidupnya rendah, dan tingkat perekonomiannya juga rendah.

Di Asia tenggara, menurut WHO memperkirakan dari jumlah kelahiran 4,4 juta bayi, terdapat 400 ribu ( 9,1%) yang lahir secara prematur. Di Indonesia, setiap tahun diperkirakan lahir sekitar 350.000 bayi prematur atau berat badan lahir rendah. Tingginya kelahiran bayi prematur tersebut karena saat ini ada 30 juta perempuan usia subur yang kondisinya kurang energi kronik dan sekitar 50 persen ibu hamil mengalami anemia defisiansi gizi.

Tingginya prevelansi berat badan lahir rendah (BBLR) umumnya karena dari ibu hamil yang kurang gizi. Akibatnya, pertumbuhan janin terganggu sehingga berisiko lahir dengan berat di bawah 2.500 gram. Di Indonesia, diperkirakan prevelansi BBLR mencapai 7-14 persen, bahkan pada beberapa kabupaten mencapai 16 persen. Padahal, berdasarkan simposium Low Birth Weight di Dhaka, Bangladesh, tingkat indikasi BBLR lebih dari 15 persen dimaknai adanya masalah kesehatan masyarakat yang penting dan serius.

Potensi Kedisabilitasan

Bayi dengan lahir prematur, mempunyai kecenderungan untuk mengalami kedisabilitasan. Beberapa jenis kedisabilitasan yang memungkinkan terjadi pada bayi lahir prematur diantaranya adalah Retinopaty of prematurity (ROP), gangguan metabolisme, gangguan belajar, gangguan mental kejiwaan, gangguan bipolar, resiko epilepsi, dan lebih beresiko dengan autis.

Retinopathy of prematurity (ROP) merupakan kelainan penglihatan yang terjadi pada bayi dengan lahir prematur. Penyebab dari hal ini adalah adanya pembuluh darah retina yang pertumbuhannya abnormal. Pertumbuhan abnormal pembuluh darah retina menyebabkan retina lepas atau terluka. ROP dapat ringan dan membaik, tapi bisa juga menjadi serius dan berakibat pada kebutaan.

Keterkaitan antara kelahiran prematur dengan resiko penyakit jantung ditemukan dalam sebuah riset para peneliti dari University of Rhode Island. Bayi lahir prematur tumbuh menjadi anak kurang sehat dan mempunyai resiko terkena penyakit jantung lebih besar dibanding dengan anak-anak yang lahir normal. Mereka juga mempunyai kecenderungan mengalami masalah sosial lebih besar dibanding anak-anak lain.

Berat lahir yang sangat rendah bisa mempengaruhi kadar stres pada orang dewasa yang dulu lahir prematur. Sumber stres semacam ini bisa memproduksi hormon kortisol yang lebih tinggi, yang mempengaruhi pengaturan metabolisme, respons kekebalan, dan sirkulasi darah.

Bayi lahir prematur yang tak punya masalah medis -khususnya bayi laki-laki- masih akan bergulat secara akademis. Mereka cenderung mengalami masalah ketidakmampuan belajar, mengalami kesulitan dengan matematika, dan membutuhkan lebih banyak layanan di sekolah ketimbang anak-anak yang dulunya lahir dengan normal.

Bayi lahir prematur, apabila tidak ditangani, tentu akan berisiko lebih tinggi terhadap berbagai masalah penyakit mental. Dalam penelitian Institute of Pscychiatry, King College London dan Karolinska Institute di Swedia, mereka menganalisis data dari 1,3 juta orang yang lahir di Swedia antara tahun 1973 dan 1985. Hasil temuan menunjukkan, ada sekitar 10.523 orang dirawat di rumah sakit dengan gangguan kejiwaan, di mana 580 dari mereka lahir prematur.

Riset terbaru mengatakan, kelahiran prematur dapat meningkatkan risiko epilepsi dikemudian hari. Penelitian melibatkan 630.090 orang dewasa di Swedia usia 25-37 tahun dan diamati selama empat tahun. Sebanyak, 27.953 responden diketahui lahir prematur, dan 922 atau 0,15 persen dari mereka dirawat di rumah sakit karena penyakit epilepsi. Semakin rendah usia kehamilan ketika melahirkan, semakin tinggi resiko penyakit epilepsi. Gangguan lain juga lebih umum pada orang yang lahir prematur, termasuk cerebral palsy (kelumpuhan otak besar) dan penyakit lain dari sistem saraf pusat. Diduga hubungan antara kelahiran prematur dan epilepsi yang disebabkan oleh berkurangnya aliran oksigen ke otak bayi selama masa kehamilan yang mengarah pada kelahiran prematur atau perkembangan otak yang abnormal akibat lahir prematur.

 

Tanggung Jawab Pemerintah terhadap Ibu Hamil dan Bayi Prematur

Tujuan pertama dari Milenium Development Goals (MDGs) adalah menanggulangi kemiskinan dan kelaparan, dengan target keduanya menurunkan proporsi penduduk yang menderita kelaparan menjadi setengahnya antara tahun 1990 – 2015. Di dalam tujuan pertama target kedua tersebut, ada indikator prevalensi balita kurang gizi (BKG). Sebagai negara yang ikut menandatangani deklarasi MDGs, tentu saja Indonesia terikat pada ketentuan-ketentuan isi deklarasi di dalamnya. Termasuk ketentuan untuk mewujudkan setiap tujuan dan target-target yang ada di dalamnya. Kemiskinan, dalam kasus kelahiran bayi prematur berkorelasi positif, mengingat sebagaimana disebutkan di atas, bahwa tingginya kelahiran bayi prematur tersebut karena saat ini ada 30 juta perempuan usia subur yang kondisinya kurang energi kronik dan sekitar 50 persen ibu hamil mengalami anemia defisiansi gizi. Ketidak mampuan memenuhi asupan gizi pada saat kehamilan, menjadi sebab utama dari tingginya kelahiran prematur. Meskipun faktor ketidak tahuan akan gizi bisa menjadi penyebab dari minimnya asupan gizi pada ibu hamil, namun daya beli yang rendah terhadap makanan-makanan sumber gizi, menjadi sebab yang cukup perlu perhatian juga.

Ketidaktahuan ibu hamil akan asupan gizi dan dampaknya terhadap bayi, mengindikasikan betapa lemahnya sebagian perempuan akan akses informasi yang ada. Pengetahuan akan bahan-bahan makanan sumber gizi yang bisa didapatkan di sekitarnya, nampaknya masih kurang dimiliki oleh perempuan, khususnya perempuan di pedesaan. Tidak heran, asupan gizi pada saat hamil menjadi kurang, walaupun di sekitarnya banyak ditemukan bahan pangan yang cukup bagus sebagai sumber gizi. Pemerintah dan kalangan organisasi masayarakat, sebenarnya sudah ada program-program penyuluhan tentang gizi, namun jangkauannya masih belum seberapa, dibandingkan dengan luas dan kedalaman dari persoalan akses informasi yang ada.

Faktor daya beli, menjadi faktor yang cukup berpengaruh pula terhadap persoalan kekurangan gizi yang menyebabkan bayi menjadi lahir prematur dan berpotensi mengalami disabilitas. Daya beli, tentu saja sangat erat kaitannya dengan kondisi ekonomi keluarga. Semakin rendah kondisi ekonomi sebuah keluarga, daya belinya akan semakin rendah pula. Dalam lain, semakin tinggi kemiskinan yang membelit sebuah keluarga, akan semakin rendah kemampuan keluarga tersebut memenuhi kebutuhannya, termasuk kebutuhan akan gizi yang bagus untuk perkembangan janin di kandungan. Data dari BPS pada bulan maret 2013, angka kemiskinan di Indonesia adalah 28,07 juta orang. Sedangkan data BPS bulan september 2013 angka kemiskinan di Indonesia adalah 28,55 juta orang. Berbagai program dari pemerintah dan organisasi kemasyarakatan juga sudah dilakukan untuk menanggulangi kemiskinan ini. Namun, angka kemiskinan ini bukannya semakin berkurang, tapi malah bertambah. Hal ini bisa dilihat dari bulan maret 2013 ke bulan September 2013, jumlah penduduk miskin mengalami kenaikan.

Melihat fenomena tersebut, pemerintah perlu lebih bekerja keras lagi untuk menanggulangi persoalan kemiskinan yang berimbas pada persoalan daya beli keluarga. Perlu sinergitas dari berbagai pihak, mulai dari pemerintah pusat sampai daerah, dengan segenap lapisan masyarakat. Program-program penanggulangan kemiskinan dan kelaparan, jangan sampai salah sasaran atau bahkan menimbulkan ruang-ruang untuk dikorupsi.

Tidak kalah pentingnya adalah membuka akses informasi untuk para perempuan hamil akan ketercukupan gizi. Kader-kader PKK ataupun posyandu, bisa dimanfaatkan oleh semua stakeholder terkait untuk sosialisasi tentang gizi, kehamilan, kelahiran prematur terhadap peluang terjadinya disabilitas pada anak yang akan lahir. Pembuatan buku saku, leaflet, brosur yang mudah dicerna oleh perempuan kebanyakan, akan sangat bermanfaat untuk memperkecil prevalensi gizi buruk pada kehamilan. Sehingga akan mengurangi prevalensi bayi lahir prematur dan kemungkinan disabilitas. Bagaimanapun, keterlibatan semua pihak memang sangat dibutuhkan, untuk menghindari adanya lost generation akibat dari kemiskinan dan gizi buruk.

This entry was posted in Artikel. Bookmark the permalink.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *